BERCANDA, MASLAHAH ATAU MAFSADAH?

Oleh: Khairuddin Soleh Harahap

Bercanda menjadi hal yang kerap dilakukan seseorang dalam pergaulan, baik kaum muda maupun kaum tua. Namun bercanda dapat menjadi retaknya keharmonisan, jika tidak tahu adab dan kondisi temannya. Islam pastinya mengatur etika dalam bercanda, agar hablun minannas (hubungan sesama manusia) dapat terjalin tanpa adanya sakit hati. Ketika kita menyakiti hati teman lewat percandaan, sekalipun niat kita bukan menyakitinya, hendaklah kita meminta maaf, karena jiwa besar itu ialah selalu meminta maaf kepada orang lain sekalipun kita tidak bersalah.

Manusia yang paling berbahaya ialah manusia yang ‘tak pernah mengganggap ia bersalah dari sebuah percandaan. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan,“Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan kalimat yang ia anggap biasa, tetapi karenanya ia terjun ke dalam neraka sejauh tujuh puluh tahun.” Percandaan jangan dianggap remeh, sebab jika luka yang dibuat kata-kata, sukarlah ia menjadi baik. Berapa banyak orang yang yang sakit hati lewat dari jalur percandaan. Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda: “Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang; mulut dan kemaluan.”

Uqbah bin Amir bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?” Rasulullah menjawab, “Pelihara lidahmu! hendaknya rumahmu membuatmu merasa lapang, dan menangislah atas kesalahan-kesalahanmu.” Dalam bercanda apakah mendatangkan mashlahah (kebaikan) atau mafsadah (kerusakan). Berbicara dan beramal seseorang telah menanam kebaikan atau keburukan, dan di akhirat kelak akan menuai buahnya. Siapa yang menanam kebaikan, ia akan memetik pahala, dan siapa yang menanam kejahatan, ia akan tenggelam dalam penyesalan.

  1. Etika Bercanda

Agar bercanda mendatangkan maslahah (kebaikan) dan tidak mendatangkan mafsadah (keburukan), maka harus mengetahui etikanya. Adapun etika dalam bercanda ialah sebagai berikut:

2, Tidak Menjatuhkan Orang Lain

Jangan sekali-kali candaan itu malah membuat kesannya mengejek, menghina, bahkan membunuh karakter orang lainnya. Banyak fakta yang membuktikan, terjadinya pembunuhan, diawali karena bercanda, terjadinya permusuhan dikarenakan bercanda. Hasilnya percandaan salah satu indikator sebab perpecahan dan permusuhan.

3. Tidak Berdusta di Dalamnya.

Rasulullah bercanda, akan tetapi beliau hanya mengucapkan kebenaran. Rasulullah bersabda: “Aku adalah penjamin rumah di tengah surga, bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun bercanda.” Rasulullah mengingatkan agar seseorang jangan berdusta hanya supaya orang disekelilingnya tertawa. Rasulullah bersabda: “Celakalah bagi orang yang bercerita sambil berdusta agar orang (yang disekelilingnya tertawa). Celakalah ia, celakalah ia.

  1. Canda Bertujuan Untuk Menenangkan Jiwa Persahabatan

Imam Ibnu Sirin seorang imam dan ahli hadits, ketika tiba waktu dhuha, ia pergi ke pasar kota Bashrah, ia mengucapkan salam kepada orang banyak, bercanda dengan mereka dan menebarkan senyuman kepada kau muslimin. Oleh sebab itu mereka menyukainya, banyak orang mengikuti pengajiannya, banyak hati yang terpukau dibuatnya. Sesungguhnya hati itu tidak suka kepada kekerasan, meskipun orang itu bertakwa, akan tetapi hati menyukai canda dan gurauan dari orang lain.

  1. Batasan Bercanda

Imam Badruddin Abul Barakat Muhammad Al-Ghizzi menyebutkan dalam kitab Al-Mirah fii Al-Mizah bahwa: “Dianjurkan agar bercanda di antara para saudara-saudara dan teman-teman, karena itu menghibur hati dan memudahkan tujuan. Dengan syarat tidak melontarkan suatu tuduhan, tidak menjatuhkan wibawa, tidak mengurangi kehormatan, tidak keji sehingga menyebabkan permusuhan dan menggerakkan sifat dengki.” Di sisi lain beliau berkata, “Canda itu dicela apabila sampai pada tahap menjadi kebiasaan dan berlebihan.”

  1. Candaan Yang Diharamkan

Ada empat bentuk candaan yang diharamkan dan tidak diperbolehkan untuk dibiasakan, ialah sebagai berikut:

  1. Ejekan dan Olokan

Perpecahan berteman bisa berawal dari candaan yang terlau kebablasan. Bagi yang merenungkan ayat yang melarang dengan ejekan, maka pastilah ia menjaga persahabatan dan menjauhi ejek-ejekan dengan teman. Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Hujurat: 11)

Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin, karena orang-orang mukmin layaknya seperti satu tubuh. Yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, hai kafir, hai gila, hai jelek, hai hitam dan sebagainya. Imam Al-Ghajali berkata, “Makna olok-olok adalah merendahkan, menghina, menunjukkan cacat dan kekurangan orang lain dengan cara menertawakannya lewat perbuatan atau perkataan dengan isyarat menunjuk langsung.” Salman Alfarisi berkata: “Manusia yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah ialah yang paling banyak perkataannya hal maksiat kepada Allah”.

  1. Memanggil dengan Gelar Yang Jelek

Bak tebasan pedang dan tusukan tombak, seakan-akan orang yang mencela orang lain itu menebaskan pedang dan menusukkan tombak kepada orang lain, itu merupakan hal kebenaran. Bahkan celaan lidah itu lebih tajam dan menyakitkan. Orang yang memanggil teman dengan gelar yang jelek, seolah-olah ia orang yang paling benar, padahal dikatakan Mbah Nun: “Jangan pernah berpikiran bahwa kamu udah benar, kebenaran yang kamu ketahui adalah kesalahan yang belum kamu ketahuhi.” Orang beriman itu seperti satu tubuh, kalau satu tubuh sakit, maka tubuh yang lain akan merasakan kesakitan, begitulah hidup seorang muslim. Jika teman kita sedih dan terluka, maka kita juga merasakan kesedihanya. Maka janganlah sampai kita melukai hatinya.

Di antara bentuk celaan haram adalah menggunakan gelar-gelar yang jelek, yang tidak disukainya yang mengandung makna ejekan dan celaan. Tidak sepantasnya seorang muslim menyakiti saudaranya dengan memanggil menggunakan gelar yang tidak disukai sehingga menyebabkan tersakiti. Semua itu menyebabkan perubahan pada diri seseorang, menimbulkan permusuhan terhadap orang lain, menghilangkan adab dan perasaan yang mulia.

  1. Frank (Menakut-nakuti)

Terkadang niat kita baik, hanya untuk memberi kejutan, tapi kebanyakan malah membuat teman takut dan terkejut. Abdurrahman Bin Abi Laila pernah berkata, “Para sahabat Rasulullah menceritakan kepada kami, mereka berjalan bersama nabi, salah seorang dari mereka tertidur lalu ada di antara mereka pergi membawa kudanya hingga sahabat yang tertidur itu terkejut, sehingga Rasulullah bersabda: “Seorang muslim tidak boleh membuat muslim lain terkejut/takut.” Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Siapa yang menunjuk kepada saudaranya dengan menggunakan benda tajam, sesungguhnya malaikat melaknatnya hingga ia berhenti melakukannya, meskipun itu saudaranya seayah dan seibu (kandung)”. Menakut-nakuti dan membuat orang lain terkejut perbuatan yang haram dalam kondisi apapun. Laknat malaikat akan menyertaimu sebagai bukti perbuatan yang haram

  1. Berdusta Agar Orang Lain Tertawa

Imam Al-Munawi berkata, “Tentang pengulangan kalimat, “celakalah”, dalam hadits di atas. Rasulullah mengulanginya sebagai bentuk izin agar kebinasaannya sangat besar, sebab dusta itu sendiri ialah induk dari segala perbuatan jelek. Jika ditambahkan ke dalamnya ingin membuat orang tertawa, padahal itu mematikan hati, membuat lupa dan menyebabkan kedunguan , maka perbuatan itu menjadi amat sangat jelek. Oleh sebab itu para ulama ahli bhikamh berkata: “Keinginan untuk membuat orang lain tertawa hanya untuk perbuatan sia-sia adalah perbuatan yang amat sangat jelek. Hikmah dari larangan tersebut ialah agar orang lain tidak terbiasa berbuat dusta yang mungkin menyakiti orang lain.

Perbuatan ini juga menyebabkan seseorang terlatih untuk membuat dusta dan menyebarkannya ditengah –tengah masyarakat sehingga bercampur baur antara yang benar dan batil, begitu juga sebaliknya. Nabi SAW bersabda: “Hendaklah kamu jujur, karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha mencari kebenaran hingga di tulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan mencari-cari dusta hingga ditulis disisi Allah sebagai orang pendusta”

You might also like More from author

Leave A Reply

Your email address will not be published.